Diujung Langit

Diujung Langit

Rabu, 02 Mei 2012

anasthesia awareness

Lampu Merah Pancoran -

Masih sekitar 120 detik lagi menuju lampu hijau, cukup untuk si-aku berpikir  panjang tentang 3 tunawisma yg meminggir disekitaran jalan , yang satu wanita  setengah baya berdaster lusuh sedikit cabik dibagian lengan, menyeringai pahit kepada kedua putrinya (sepertinya) yang duduk disebelahnya.. samar-samar terdengar mereka berdiskusi  tentang eksistensi pudar sang ayah.


sedikit yang ku dengar (pemaksimalan pendengaran 120 detik ) pembicaraan lugu sang ibu yg terlihat ujung bibirnya membiru.. menyiratkan sesuatu

"tetap saja aku mencintai lelaki itu"
"lelaki yang kalian panggil dengan panggilan keagungan ayah"


entah yang sedang mereka alami hanya saja aku menebak-nebak sepertinya mereka adalah penghuni baru "kontrakan" jalanan, terlihat dari masih terawatnya penampilan mereka dibandingkan mereka yang sudah menjadi penghuni lama.

kurang lebih di 30 detik terakhir lampu merah, tiba saat kendaraan yang kutumpangi yang menjadi objek biduan dadakan itu..


kuperhatikan lekat-lekat garis wajahnya
kuperhatikan matanya yang menantang..
ya mata sang ibu yang menantangku menangis.


kehebatan sang ibu menyanyikan lagu TOP 40 sekelas ST12 pun tak diragukan lagi
hanya saja pemandangan dua putri cilik nya yg lebih menyita perhatianku.
keduanya menunduk memangku kepalanya diatas lutut, yang satu memegang perut, yang satu menahan kantuk

"ooo mereka memang tidur disitu"

sekalipun tak kulihat springbed ataupun kitchen set disekitaran situ, aku yakin mereka "mengontrak" disitu APA ADANYA. hingga saat sang empunya kontrakan (baca;satpol PP) datang, entah dimana lagi mereka akan tinggal.

pukul. 22.30 dari arah sudirman kembali lagi kulewati tempat yang sama

oh Tuhan ternyata mereka sudah tertidur.. dengan posisi yang bukan sewajarnya
bertiga ibu beranak itu tertidur dengan posisi duduk dan hanya lutut yang menahan kepala mereka
menjelang tidur pasti kekhawatiran tingkat tinggi yang mereka rasakan.

sempat bertanya-tanya "kesakitan" macam apa yang mereka rasakan
pastilah tak sama seperti kegalauan patah hati dimana "kesakitan" yang terasa diantara tenggorokan dan rongga dada yang mensugesti modula oblongata pada otak untuk menghancurkan nafsu makan.

but hey tak sepantasnya aku menyebut-nyebut nafsu makan!! seandainya disuruh memilih pun mereka lebih baik tak punya nafsu untuk makan, ketimbang harus selalu dikhawatirkan pertanyaan akan makan apa kita besok???


baru saja ingin kutulis sesuatu di halaman jejaring sosial punya ku..
preview wall milikku membuatku merasa tidak sepantasnya cerita si IBU disejajarkan dengan status2 hedonisme, status keluhan level basic.. status cinta picisan yang kubuat.

ini sakral !!!
menampar memaksa bahkan menertawakan status-status lemah buah pemikiran sempitku

IBU itu seolah menyentil telingaku dan berkata.. kesempurnaan sesungguhnya adalah "keseimbangan"

kesempurnaan bukan selalu tentang kebahagian terus menerus
tetapi ingatlah tak akan ada "kesakitan" yang kekal

kesempurnaan bukanlah tentang kita mendapatkan apa yang selalu kita inginkan
tetapi percayalah setiap hal yg hilang pasti terganti

kesempurnaan bukan untuk sesuatu yang terukur
tetapi untuk sesuatu tercukupi berapapun ukurannya

seperti halnya terus menerus terjadinya malam bukanlah kesempurnaan
selalu ada keseimbangan 12 jam untuk matahari

aku hanya yakin satu hal TUHAN menciptakan zat endorfin bukan tanpa alasan

hingga suatu saat aku bangun dipagi hari dan merasa gembira tanpa tahu mengapa
disitulah endorfine sedang bekerja